BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Sabtu, 09 April 2011

Cara Jitu Selidiki "Alien"




Universitas Glasgow
Ilustrasi penambangan oleh wahana alien

Ilmuwan kini mengembangkan cara jitu untuk menyelidiki keberadaan alien. Caranya adalah menyelidiki ada atau tidaknya jejak penambangan material di sabuk asteroid. Alien diperkirakan menambang material, seperti emas, platinum, besi, dan silikon, yang terdapat dalam jumlah melimpah di asteroid.

Adalah Dr Duncan Forgan dari University of Edinburgh dan Dr Martin Elvis dari Harvard Smithsonian Center For Astrophysics di Massachusets yang mengembangkan gagasan itu. Menurut mereka, menyelidiki jejak penambangan sangat mudah sebab aktivitas itu akan melepaskan banyak debu berkaitan dengan efek suhu lokal.

Penambangan asteroid akan menimbulkan tiga efek yang secara teori bisa dilihat dari Bumi. Pertama, ilmuwan telah paham rasio unsur yang biasa ditemukan di pecahan sabuk asteroid. Dengan demikian, ilmuwan bisa menentukan wilayah dalam sabuk asteroid yang rasio unsurnya berbeda menggunakan spektroskopi.

Kedua, alien akan cenderung menambang sabuk asteroid besar sebab lebih banyak unsur dan mineral yang bisa diperoleh. Ketiga, penambangan asteroid akan menghasilkan debu dalam jumlah besar yang akan mengambil panas dari bintang terdekat, menghasilkan anomali suhu yang bisa dideteksi.

Forgan dan Elvis mengklaim bahwa dengan menyelidiki penambangan material itu, kemungkinan menemukan makhluk luar angkasa akan lebih tinggi. Meski demikian, ia mengakui bahwa perubahan pada sabuk asteroid juga bisa terjadi secara alami.

Intinya, menyelidiki hal tersebut akan meningkatkan kesempatan menemukan alien. Dalam makalahnya, kedua ilmuwan menulis, "Kami menemukan bahwa tanda penambangan asteroid bisa dijelaskan dengan fenomena alam dan dengan demikian hal itu tidak bisa mendeteksi adanya makhluk ektraterestrial secara konklusif."

Di tata surya, sabuk asteroid terdapat di antara Planet Mars dan Jupiter. Sementara itu, sabuk asteroid juga terdapat di tata surya lain, disebut Epsilon Eridani System. Di kedua sabuk asteroid itulah penambangan material oleh alien kemungkinan dilakukan... bila mereka ada.

Ditemukan Mineral Baru di Meteorit


NIPR Meteorit Yamato.

Ilmuwan NASA beserta partner risetnya dari Korea Selatan dan Jepang berhasil mengidentifikasi adanya mineral baru di meteorit Yamato 691, meteorit berusia 4,5 miliar tahun yang ditemukan di Antartika pada tahun 1969. Mineral baru tersebut dinamai Wassonite.

Namanya diambil sebagai penghargaan pada Johnson T Wasson, profesor dari UCLA (University California, Los Angeles) yang dikenal dengan hasil penelitian tentang meteorit. Identitas baru mineral telah disetujui oleh International Mineralogical Association.

Ilmuwan NASA Keiko Nakamura mengatakan, "Wassonite adalah mineral yang hanya terbentuk dari 2 unsur, sulfur dan titanium. Meski demikian, mineral ini memiliki struktur kristal unik yang belum pernah ditemukan di alam."

Identifikasi struktur kristal Wassonite dimungkinkan berkat kemajuan nanoteknologi di salah satu departemen Johnson Space Center NASA. Sifat kimia dan struktur atom dilihat dengan bantuan mikroskop elektron.

Lindsay Keller dari Johnson Space Center NASA mengungkapkan, "Meteorit dan mineral yang terdapat di dalamnya adalah jendela memahami tata surya. Dengan menelitinya, kita bisa paham kondisi tata surya kini dan proses yang akan berlangsung."

Meteorit Yamato 691 adalah sebuah meteorit yang diperkirakan berasal dari asteroid di antara Mars dan Jupiter. Meteorit tersebut ditemukan oleh anggota Japanese Antarctic Research Expedition di Gunung Yamato.

"Merapi-Merbabu" di Mars


ESA/DLR/FU Berlin (G. Neukum) Dua gunung Ceranus Tholus dan Uranius Tholus di belahan utara Planet Mars

Tak cuma Bumi yang memiliki gunung bertetangga seperti Merapi dan Merbabu, Mars pun demikian. Baru-baru ini, European Space Agency (ESA) merilis citra gunung bertetangga yang terletak di belahan utara planet merah.

Dua gunung tersebut adalah Ceraunius Tholus dan Uranius Tholus. Ceraunius Tholus adalah gunung yang lebih besar dengan wilayah merentang selebar 130 km, tinggi menjulang 5,5 km, dan caldera yang berdiameter 25 km.

Pada gambar tampak puncak Ceraunius Tholus berwarna kelabu, sementara bagian lain yang berwarna violet adalah Kawah Rahe yang berukuran 35 x 18 km. Kawah tersebut diduga terbentuk akibat meteorit.

Uranius Tholus yang lebih kecil berada di 60 km sebelah utara Ceraunius Tholus. Diameter dasar Uranius Tholus mencapai 62 km dengan tinggi 4,5 km. Kawah berdiameter 13 km bisa dilihat di sebelah barat Uranius Tholus.

Bagian dasar caldera yang halus di puncak Ceraunius Tholus mengindikasikan bahwa saat atmosfer Mars berdensitas lebih tinggi, bagian itu merupakan danau. Dugaan lain, caldera bisa hasil pelelehan es yang terbentuk di bawah permukaan.

Selain kedua gunung ini, Mars juga memiliki gunung yang dikenal terbesar di tata surya, yakni Olympus. Pada tahun 2004, Mars Express memberikan gambaran detail gunung-gunung di Mars.

Roket Gagarin Sampai Stasiun Antariksa


NASA TV
Gagarin saat mendekati Stasiun Antariksa.

Roket Soyuz TMA-21 milik Rusia yang diberi nama khusus Gagarin sukses bergabung ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS). Wahana ruang angkasa tersebut membawa kapsul berisi tiga awak yang akan bertugas di ruang angkasa selama enam bulan ke depan.

Gagarin diluncurkan dari Kosmodrom Baikonur, Kazakhstan, pada 4 April 2011 lalu dari landasan pacu saat sama dengan roket yang membawa Yuri Gagarin melesat ke ruang angkasa pada 12 April 1961 dengan roket Vostok. Gagarin tercatat sebagai orang pertama di dunia yang mencapai luar angkasa. Peluncuran tersebut sekaligus memperingati 50 tahun misi berawak Rusia.

Kalau 50 tahun yang lalu, roket hanya membawa satu awak, kali ini roket bisa membawa tiga awak sekaligus dan telah menjadi alat transportasi antara Bumi dan stasiun antariksa. Roket luar angkasa Gagarin membawa dua kosmonot Rusia, Alexander Samoukutyaev dan Andrey Borisenko, serta seorang astronot NASA Ron Gagan. Ketiganya akan menggantikan tugas di stasiun antariksa sampai September 2011 mendatang.

Saat memecahkan rekor menjadi orang pertama di luar angkasa, Gagarin hanya mengorbit Bumi satu putaran saja. Kapsul yang membawanya mendarat dengan aman 108 menit sejak peluncuran dilakukan. Kini, misi luar angkasa bisa dilakukan jauh lebih lama berkat perkembangan teknologi. Sayang, Gagarin tidak sempat melihat kelanjutan pengembangan misi antariksa karena ia tewas mendadak setelah pesawat latih yang ditumpanginya mengalami kecelakaan pada tahun 1968. Gagarin mati muda di usia 34 tahun.

Ayo Ramaikan "Global Star Party"

Seorang astronom sedang memotret gerhana bulan di Observatorium Bosscha pada dini hari.

Memperingati Bulan Astronomi Global (GAM) 2011 pada bulan April, komunitas pecinta astronomi global serentak mengadakan Global Star Party. Gerakan tersebut akan diisi kegiatan mengamati obyek langit malam dan pengenalan astronomi.

Di Jakarta, acara diadakan Himpunan Astronom Amatir Jakarta di timur Lapangan Monas, Sabtu (9/4/2011) malam. Karena di tengah kota, kegiatan fokus pada pengamatan Bulan serta mengampanyekan pentingnya langit gelap untuk pengamatan astronomi. Di Bandung, diselenggarakan di Dago Tea House oleh komunitas Langit Selatan.

Sebelumnya komunitas Jogja Astro Club (JAC) di Yogyakarta juga menyelenggarakan pengamatan benda langit secara khusus pada Earth Hour Day menyambut kampanye tersebut. Salah satu kampanye kegiatan ini adalah mengajak masyarakat untuk mengurangi lampu penerangan di malam hari agar tidak mengganggu pemandangan langit di malam hari.

Senin, 04 April 2011

Reaksi Nuklir Alami Juga Terjadi di Mars



NASA/JPL-Caltech/University of Arizona
Kawah Rabe yang berwarna biru di Planet Merah.

Dr John Brandenburg, ilmuwan senior di Orbital Technologies Corporation mengutarakan pendapat bahwa reaksi nuklir secara alami juga terdapat di Mars. Reaksi nuklir itulah yang menyebabkan planet Mars berwarna merah.

Seperti dikutip Foxnews (1/4/2011), Brandenburg mengatakan, "Permukaan Mars punya lapisan tipis senyawa radioaktif, meliputi uranium, thorium dan potassium radioaktif. Radiasi muncul dari zona tertentu di Mars."

"Ledakan nuklir bisa menyebarkan debu ke seluruh planet. Citra sinar gamma menunjukkan adanya bintik merah besar seperti debu radioaktif. Di bagian Mars lain juga terdapat bintik merah," lajut Brandenburg.

Brandenburg berpendapat, ledakan yang setara dengan 1 juta kali 1 megaton bom hidrogen pernah terjadi di wilayah Mars bernama Mare Acidalium, sebuah wilayah yang punya konsentrasi radioaktif tinggi.

Ledakan itu mengisi atmosfer Mars dengan radioisotop. Selain itu, Brandenburg mengatakan bahwa ledakan nuklir alami juga telah melalap semua yang ada di permukaan Mars sehingga permukan planet itu kini dipenuhi pasir kering.

Menanggapi pendapat Brandenburg, manajer program penelitian Mars di Jet Propulsion Laboratory NASA Dr David Beaty mengatakan bahwa pendapat itu mengagumkan, namun masih harus dibuktikan kebenarannya.

Mengekspresikan keraguan, ia mengatakan bahwa geologi Mars telah bertahan selama ribuan tahun. Apa yang ada di Mars sekarang juga telah ada dalam jangka waktu lama, hanya terdapat perubahan kecil.

Sementara, Dr Lars Borg dari Lawrence Livermore National Lab mengatakan, pendapat Brandenburg tak mengejutkan. Apa yang disebut Brandenburg sebagai reaksi nuklir sebenarnya adalah proses geologis biasa.

"Kami meneliti meteorit Mars selama 15 tahun dan melihat pengukuran isotop secara detail. Tak cuma satu dari 100 orang yang berpendapat ini berkaitan dengan adanya ledakan nuklir di sana," katanya.

Brandenburg yang pernah bekerja di Livermore mempertahankan pendapatnya. Ia mengatakan bahwa sebenarnya terdapat beberapa ahli yang tak bisa disebutkan namanya sebenarnya menyetujui pendapatnya.

Lebih mengejutkan, Brandenburg berpendapat bahwa reaksi nuklir alami juga terdapat di Bumi. Salah satu wilayah Afrika bernama The Oklo, Gabon memiliki sedimen berlapis uranium yang berasal dari ledakan nuklir 2 milyar tahun lalu.

Brandenburg berpendapat, data radiasi sinar gamma menunjukkan peningkatan radiasi Xenon-129 di Mars beberapa tahun terakhir. Gejala sama juga terjadi di Bumi setelah bencana nuklir di Chernobyl tahun 1986 dan krisis Nuklir di Jepang.

Hujan Meteorit Bikin Bumi Super Dingin


Bumi ternyata sempat mengalami masa superdingin di masa awal pembentukan planet sekitar 4 miliar tahun lalu. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi meteorit-meteorit kecil yang memborbardir Bumi.

Ilmuwan dari Imperial College London, Inggris, mempelajari efek Late Heavy Bombardment (LHB), periode awal tata surya di mana Bumi dibombardir oleh meteorit-meteorit kecil itu. Studi tersebut dipimpin oleh Dr Richard Court dari Department of Earth Science and Engineering universitas tersebut.

Berdasarkan studi itu, diketahui bahwa bombardir meteorit-meteorit mikro yang terjadi 4 miliar tahun yang lalu itu menyebabkan suhu Bumi jauh lebih dingin dari semula sehingga bisa menghambat kehidupan. Hasil penelitian dipublikasikan di jurnal Geochimica et Cosmochimica Acta 1 April 2011 lalu.

Bagaimana mekanismenya? Ketika masuk ke atmosfer Bumi, meteorit akan terpanaskan hingga suhu 1000 derajat Celsius. Pada saat itulah, meteorit terbakar dan melepaskan beragam macam gas, salah satunya adalah sulfur dioksida yang kemudian membentuk aerosol.

Aerosol memiliki sifat menghalangi cahaya dan panas Matahari masuk ke Bumi. Ketika banyak meteorit yang melepaskan sulfur dioksida yang menjadi aerosol, maka konsentrasi senyawa tersebut di atmosfer meningkat. Akibatnya Bumi menerima panas yang lebih sedikit dan menjadi lebih dingin.

Tim peneliti menggambarkan, efek pendinginan yang terjadi bisa disetarakan dengan efek "erupsi gunung Pinatubo tahun 1991 yang terjadi setiap tahun selama jangka waktu 100 juta tahun". Gunung Pinatubo sendiri dalam erupsi tersebut melepaskan 17 juta ton sulfur dioksida dan menghalangi 10 persen panas matahari.

Konsentrasi sulfur dioksida akibat bombardir meteorit, berpadu dengan panas matahari saat itu yang 30 persen lebih kecil dari sekarang, mengakibatkan kondisi super dingin. Aklibatnya, mikroba primitif sulit untuk bertahan. Di sini, tampak bahwa pendinginan mengakibatkan bencana global dan menghambat kehidupan.

Peneliti mengatakan, hal yang sama tak cuma terjadi di Bumi, tetapi juga di Mars. Diketahui, bombardir meteorit menyebabkan akumulasi sulfur dioksida sebanyak 500 ribu ton tiap tahun pada periode yang sama di Mars. Efek pendinginannya sekitar 1/34 erupsi efek Pinatubo tiap tahun selama 100 tahun.

"Meteorit kecil sebesar gula pasir ini adalah materi yang tertinggal dalam periode awal tata aurya, membantu terbentuknya Bumi dan Mars. Studi kami fokus pada bagaimana meteorit kecil ini juga bisa mengakibatkan bencana skala global di Bumi dan Mars," kata Court.

Studi Court merupakan kelanjutan dari studi sebelumnya yang menyatakan bahwa meteorit bukan sumber metana di atmosfer Mars, meningkatkan harapan bahwa metana bisa saja muncul dari makhluk hidup di Mars. Hasil penelitian juga mendeskripsikan bagaimana meteorit membawa gas yang membuat Bumi bisa dihuni.

Tidak diuraikan mekanisme dari Bumi dan Mars yang pernah mengalami pendinginan itu bisa menghangat lagi. Namun, ke depan penelitian akan tetap dilanjutkan untuk mengkaji konstribusi gas yang berasal dari meteorit pada planet-planet di luar tata surya.