BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Sabtu, 25 Desember 2010

Tiga Satelit Rusia Gagal Mengorbit



Satelit Glonass

KOMPAS.com — Pada Minggu lalu (5/12/2010) Rusia gagal mengirimkan tiga satelit navigasi Glonass ke orbitnya setelah meluncurkannya dari pusat peluncuran Baikonur, Kazakhstan. Hal tersebut disampaikan pejabat resmi Rusia kepada pihak media lokal Senin (6/12/2010).

"Ahli balistik telah memeriksa semuanya. Bagian atas roket yang membawa satelit tidak berada pada orbit utama, orbit antara, ataupun orbit darurat," kata salah seorang sumber pada kantor berita RIA Novosti.

Lebih lanjut, sumber itu mengatakan, "Perhitungan kami menunjukkan bahwa bagian atas roket bersama satelitnya jatuh di wilayah Samudra Pasifik, dekat Hawaii." Letaknya lebih kurang 1.500 kilometer dari Honolulu.

Sistem Glonass didesain Pemerintah Rusia untuk menandingi sistem navigasi global positioning system (GPS) milik Pemerintah AS. Kegagalan ini menjadi pukulan telak bagi keinginan tersebut.

Salah satu sumber yang pernyatannya dikutip oleh Interfax mengatakan, "Roket yang meluncur pada pukul 13.25 waktu setempat itu sejak awal mengambil jalur yang salah. Konsekuensinya, roket tak bisa masuk ke orbit target."

Meski demikian, kegagalan ini tak akan memengaruhi penggunaan sistem positioning yang baru nanti. Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin mengatakan, "Ada 26 satelit Glonass, termasuk dua satelit gawat darurat. Ini memungkinkan untuk meng-cover seluruh wilayah federasi Rusia."

Ubah Tinja Jadi Energi di Luar Angkasa



NASA
Stasiun Antariksa Internasional (ISS).

KOMPAS.com — Satelit pertama milik Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), bagian dari UNESCOSat Project yang berbiaya 5 juta dollar AS, akan diluncurkan tahun depan. Peluncuran satelit ini bertujuan untuk membantu proses pendidikan, meningkatkan minat pada sains, dan meningkatkan kerja sama global.

Kini, satelit itu memiliki tujuan tambahan. Satelit itu akan digunakan untuk melihat kemungkinan bakteri bisa hidup dan melakukan metabolisme di luar angkasa. Muaranya adalah kemungkinan bahwa bakteri bisa dimanfaatkan untuk mengubah kotoran para astronot menjadi sumber bahan bakar di luar angkasa.

"Ini hal yang sangat potensial. Kita bisa mengambil sampah dan menggunakannya untuk membangkitkan listrik dalam misi ke luar angkasa," kata Donald Platt, Direktur Program Space Science dari Florida Institute of Technology, yang menjadi ketua misi ini.

Untuk melakukannya, para peneliti melengkapi satelit tersebut dengan tempat tes, saluran pencampur, dan pompa solenoide. Selain itu, akan disertakan juga bakteri anaerobik, sejenis bakteri yang tidak memerlukan oksigen dalam melakukan metabolisme.

Bakteri yang akan digunakan adalah Shewanella MR-1. Bakteri tersebut diketahui mampu mengubah kotoran menjadi bahan bakar hidrogen, bahan yang bisa digunakan sebagai bahan bakar pesawat luar angkasa. Para peneliti ingin melihat dahulu efek tekanan dan gravitasi terhadap siklus hidup bakteri itu.

Para ilmuwan telah menemukan cara mengubah urine menjadi air minum untuk konsumsi selama di stasiun luar angkasa. Mampukah mereka memproduksi bahan bakar dari tinja untuk kebutuhan energi di luar angkasa?

Haruskah Pluto Digolongkan Planet Lag i?

hubblesite
Planet Pluto tampak lebih merah dan cerah

P
luto telah ditendang dari statusnya sebagai planet sejak keluarnya ketentuan International Astronomical Union (IAU) tentang syarat-syarat benda langit agar bisa dikategorikan sebagai planet.

Beberapa syaratnya adalah mengorbit bintang tertentu, mempunyai massa yang cukup untuk memiliki gravitasi sendiri, tidak terlalu besar sehingga dapat menyebabkan fusi termonuklir serta telah mengosongkan orbit sehingga tidak ditempati oleh benda langit lain yang lebih besar.

Munculnya ketentuan itu sendiri salah satunya berkaitan dengan penemuan Eris pada tahun 2005. Eris saat itu dikatakan memiliki ukuran yang lebih besar daripada pluto.

Setelah kurang lebih 4 tahun Pluto tak menjadi planet lagi, kini perdebatan tentang status Pluto sebagai planet kembali menghangat. Situs Space.com menggelar jajak pendapat di websitenya. Jajak pendapat itu bertajuk "Haruskah Status Pluto Sebagai Planet Dikembalikan?"

Jajak pendapat itu digelar berkaitan dengan temuan baru tentang planet kerdil Eris baru-baru ini. Para peneliti mengatakan, anggapan bahwa Eris lebih besar dari Pluto mungkin salah, sebab berdasarkan hasil penelitian Pluto mungkin memiliki ukuran yang lebih besar dari Eris.

Para ilmuwan mengatakan hal tersebut setelah mengamati Eris baru-baru ini. Berdasarkan pengamatan itu, panjang okultasi Eris mungkin hanya 2.340 kilometer, lebih kecil dari panjang okultasi Pluto yang sebesar 2.342 kilometer. Artinya, ukuran Pluto mungkin lebih besar.

Sejumlah peneliti dalam publikasi Space.com memiliki tanggapan yang berbeda-beda terhadap pertanyaan pada jajak pendapat tersebut. "Saya menggolongkan pluto sama seperti objek lain di Sabuk Kuiper. saya pikir dia lebih bahagia di sana. Dia punya saudara," kata Neil deGrasse Tyson, Direktur New York City's Hayden Planetarium.

Sementara, Alan Stern, ilmuwan dari Southwest Research Institute di Boulder, Colo mengatakan, "Jika anda menuruti persyaratan IAU secara ketat, tak ada benda langit yang bisa dikatakan planet. Tidak ada benda langit yang benar-benar 'bersih' orbitnya."

Orang awam yang mengirim komentar tentang topik ini pun memiliki pendapat yang berbeda. Ada orang yang mengatakan bahwa Pluto tak selayaknya menjadi planet sebab IAU mengatakan hal tersebut berdasarkan massa dan inklinasi orbitnya.

Nah, bagaimana pendapat anda? Sejauh ini 44 % orang yang ikut jajak pendapat berpendapat bahwa Pluto seharusnya jadi planet, sementara 36% menganggap Pluto tak seharusnya menjadi planet. 20% orang memutuskan untuk menunggu hasil saja.


What about you ?


Planet Kerdil Makemake Temani Pluto dan Eris

Planet Kerdil Makemake Temani Pluto dan Eris
Kamis, 17 Juli 2008 | 07:54 WIB
NASA/ESA/A Feild/STScI
Sebelumnya dikenal sebagai 2005 FY9, Makemake satu kelompok dengan Pluto dan Eris dalam kelompok yang disebut plutoid.

JAKARTA, KAMIS - Himpunan Astronomi Internasional (IAU) menetapkan nama Makemake untuk planet kerdil yang sebelumnya disebut 2005 FY9. Objek yang termasuk jajaran planet kerdil itu berada di Sabuk Kuiper, daerah orbit yang lebih jauh dari Planet Neptunus.

Makemake adalah salah satu objek yang masuk dalam kelompok baru yang disebut plutoid. Sejak Himpunan Astronomi Internasional (IAU) menetapkan definisi plutoid, Makemake termasuk kelompok ini bersama Pluto dan Eris karena memenuhi ketentuan sebagai objek besar, bulat, dan berada lebih jauh dari Neptunus.

Nama Makemake diambil dari nama dewa kemanusiaan dalam kebudayaan Rapa Nui yang berkembang di Pulau Paskah (Easter Island) di Polynesia. Keterkaitan itu dipilih karena objek tersebut pertama kali dilaporkan oleh Mike Brown dari Institute Teknologi California (Caltech) menjelang Paskah pada tahun 2005.

Makemake adalah planet kerdil pertama yang diberi nama resmi sejak tahun 2006. Planet kerdil adalah istilah untuk objek langit yang tidak masuk dalam jajaran delapan planet besar di Tata Surya. Terakhir kali, IAU memberi nama Eris, dari nama dewi perselisihan dalam mitologi Yunani, untuk objek yang sebelumnya dikenal sebagai 2003 UB313.

Setelah Makemake, IAU tengah mempertimbangkan pemberina nama untuk objek yang kini dikenal sebagai 2003 EL61. Meski telah ditemukan sejak tahun 2005, IAU lamban untuk memutuskan karena terjadi silang pendapat mengenai penemunya. Selain Brown, klaim penemuan juga diajukan Jose-Luiz Ortiz dari Institut Astrofisika di Andalusia, Granada, Spanyol.

Inilah Gerhana Bulan Satu-satunya 2010


Ilustrasi gerhana bulan sebagian.

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah hujan meteor geminids beberapa waktu lalu, fenomena langit berikutnya akan menghampiri warga bumi pada malam ini, 20 hingga 21 Desember 2010 dini hari, yakni gerhana bulan total. Langit malam selama beberapa saat akan gelap karena absennya bulan.

Gerhana ini merupakan gerhana bulan total satu-satunya pada tahun 2010. Gerhana bulan total terakhir terjadi pada tanggal 20 Februari 2008, sedangkan dua gerhana bulan total diperkirakan akan terjadi pada tahun 2011.

Menurut prediksi NASA, gerhana bulan total bisa disaksikan oleh penduduk bumi yang tinggal di wilayah Amerika utara dan tengah, Eropa bagian utara, dan wilayah utara Pasifik.

Bagi mereka yang tinggal di wilayah Amerika utara, gerhana ini merupakan salah satu yang spektakuler. Jika mereka melewatkannya, mereka harus menunggunya lagi hingga tahun 2014.

Bagaimana dengan Indonesia? Berdasarkan prediksi NASA, di wilayah yang sejajar dengan Sumatera dan Jawa Barat, gerhana bulan total takkan terjadi sehingga warganya tak bisa menikmati.

Sementara wilayah yang sejajar dengan Jawa Tengah hingga timur Indonesia sebenarnya mengalami gerhana bulan total. Sayangnya, gerhana tersebut tetap saja tak bisa disaksikan. Gerhana bulan total di wilayah ini terjadi lebih kurang pukul 15.41 waktu universal (UT), waktu yang diukur berdasarkan rotasi bumi.

Namun, jangan khawatir. Penduduk Indonesia tak harus menunggu hingga tahun 2014. Tahun depan, penduduk Indonesia bisa menyaksikan dua gerhana bulan total.

Gerhana bulan tahun depan yang bisa disaksikan akan terjadi pada tanggal 16 Juni 2011 pukul 03.22 UT dan 10 Desember 2011 pukul 22.06 UT.

Gerhana bulan terjadi ketika bumi berada di antara bulan dan matahari dalam satu garis lurus. Sinar matahari tak bisa sampai ke bulan karena terhalang bumi. Bulan pun tampak tak bersinar.

Bakal Kehidupan Ditemukan di Meteorit



PL/NASABongkahan meteorit yang jatuh di Sudan pada 2008 lalu.

KOMPAS.com — Asam amino yang selama ini disebut sebagai senyawa bakal kehidupan ditemukan di batu meteor (meteorit) yang jatuh di Sudan. Padahal, saat menembus atmosfer Bumi, meteor sudah terpanaskan dalam suhu ribuan derajat celsius. Temuan ini penting karena menunjukkan daya tahan senyawa tersebut terkait dengan pembentukan kehidupan di muka Bumi.

Asam amino sebetulnya sudah sering ditemukan di meteor yang kaya akan karbon. Namun, biasanya asam amino terbentuk dalam kondisi sejuk. Untuk pertama kalinya, para astronom NASA menemukan asam amino pada meteor yang sudah terpanaskan pada suhu 1.100 derajat celsius. "Suhu setinggi itu harusnya membunuh semua organik yang ada," kata Daniel Glavin, ahli astrobiologi dari Gooddard Space Flight Center, NASA.

Selama ini pembentukan asam amino di asteroid terjadi pada saat temperatur yang lebih sejuk. "Meteor ini menunjukkan ada cara lain yang melibatkan reaksi gas ketika asteroid yang sangat panas mulai mendingin," ujar Glavin. Temuan ini juga memberikan informasi tambahan bagi teori bahwa awal mula kehidupan di Bumi berasal dari asteroid.

Penemuan ini, menurut Glavin, merupakan hal yang penting karena mereka bisa mengetahui bahan-bahan kimia di luar angkasa yang berhubungan dengan asal mula Bumi. "Meteor bisa menyediakan asam amino pada awal Bumi terbentuk, juga pada planet-planet lain di dalam tata surya, termasuk Mars," jelas Glavin.

Meteorit yang ditemukan di Sudan berasal dari asteroid sebesar 4 meter yang masuk ke orbit Bumi pada tahun 2008. (National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)

Menanti Kejutan Teleskop Hubble


hubblesite.org Sebuah kabut nebula yang difoto teleskop ruang angkasa Hubble.

Gegap gempitanya tidak terasa di Indonesia ketika akhir April lalu teleskop Hubble genap berusia 20 tahun di antariksa. Memang di sinilah ironinya. Ketika bangsa lain telah melambung jauh dalam upaya memahami semesta, bangsa kita terpuruk dalam persoalan keseharian yang tidak membanggakan: pertikaian, kemiskinan, dan korupsi yang tiada habisnya.

Tak ada yang pernah menduga, kehadiran teleskop Hubble telah menjawab pertanyaan manusia yang paling mendasar tentang pembentukan alam semesta, tata surya, Bumi, dan terutama asal usul manusia. ”Kuncinya ada pada temuan bahwa bintang-bintang yang baru lahir mengandung elemen kimia yang sama dengan penyusun tubuh manusia,” kata John Grunsfeld, mantan astronot yang tiga kali ikut misi perbaikan teleskop Hubble, seperti dikutip CNN.

Dalam hal pemahaman alam semesta, citra-citra yang dikirim teleskop Hubble juga memberi kontribusi luar biasa. Kosmologi yang dulu spekulatif karena tingkat ketidakpastiannya tinggi—di atas 50 persen—kini menjadi sangat terukur dengan tingkat ketidakpastian kurang dari 10 persen.

Seperti diungkapkan Dr Premana W Premadi, peneliti bidang kosmologi, teori, komputasi, dan pengajar Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung, teleskop Hubble telah membuat apa yang disebut konstanta Hubble semakin akurat. Konstanta Hubble adalah parameter untuk menghitung laju pengembangan alam semesta.

”Dengan tingkat ketelitian konstanta Hubble seperti sekarang, bisa ditentukan bahwa umur semesta 13,7 miliar,” kata Premana.

Kemampuannya menangkap obyek-obyek yang jauh juga menghasilkan citra-citra galaksi saat semesta masih muda. Inilah yang memberi pengetahuan tentang bagaimana alam semesta bertumbuh kembang.

Bisa dikatakan, Teleskop Hubble adalah mesin waktu yang membawa para astronom ke masa lalu, menengok bagaimana persisnya embrio galaksi 14 miliar pada tahun sebelumnya. Hubble bahkan memotret bintang- bintang yang berumur ”hanya” 600 juta tahun pasca-Dentuman Besar (Big Bang).

Harapan dan kenyataan

Ketika diluncurkan dengan pesawat ulang-alik Discovery pada 24 April 1990 dan ditempatkan di orbit pada hari berikutnya, harapan para astronom yang sedemikian tinggi sempat pupus. Soalnya citra-citra yang dikirim ternyata sangat kabur.

Ternyata, masalah berasal dari cermin utama Hubble yang berdiameter 2,4 meter. Meski hanya meleset 2,2 mikrometer, citra dari teleskop senilai 1,5 miliar dollar AS itu menjadi amat buruk. Para ilmuwan di Badan Aeronautika dan Antariksa Nasional (NASA) semakin pusing saat enam giroskop yang mengatur orientasi gerak teleskop rusak satu demi satu.

Ketika pada tahun 1993 NASA meluncurkan misi perbaikan, orang tak berharap banyak. Ternyata, pemasangan instrumen dan giroskop baru menyelamatkan Hubble. Dua tahun kemudian, Hubble mengirim gambar spektakuler: pembentukan awal galaksi seperti yang dihuni manusia sekarang, pada masa satu miliar tahun pasca-Big Bang.

Total sudah lima misi berangkat memperbaiki Hubble. Tahun 2004, NASA mengumumkan tak akan mengirim misi lagi gara- gara meledaknya pesawat ulang-alik Columbia pada tahun 2003. Namun, berkat petisi masyarakat dan para astronot, misi perbaikan terakhir meluncur pada Mei 2009.

Dinamai sesuai astronom besar AS, Edwin Powell Hubble (1899-1953) yang pada dekade 1920-an menemukan galaksi-galaksi jauh di luar Bima Sakti, teleskop legendaris ini telah berperan besar meredefinisi pengetahuan manusia tentang galaksi, lubang hitam, dan teori pembentukan planet.

Menembus batas

Bisa dikatakan, Hubble telah membantu manusia menembus keterbatasannya. Ia telah menyajikan citra obyek-obyek antariksa yang jauh sekali jaraknya dari Bumi. Seperti diketahui, jarak galaksi terjauh dalam Ilmu Astronomi ada yang mencapai 10 miliar tahun cahaya. Jika satu tahun cahaya setara dengan 9.500.000.000.000 kilometer—berarti 9,5 triliun km— sebenarnya sungguh tak terbayangkan jarak yang berhasil dipantau teleskop Hubble. Sebagai perbandingan, Bulan sebagai benda langit terdekat dengan Bumi, jaraknya adalah 385.000 kilometer.

Teleskop ini bisa menyajikan citra yang sedemikian jernih karena radiasi elektromagnetik yang ditangkapnya tidak terhalangi atmosfer Bumi. Hubble mengorbit pada ketinggian 569 kilometer dari permukaan Bumi. Dengan laju 28.000 km per jam, Hubble mampu mengelilingi Bumi dalam 97 menit.

Energi Hubble berasal dari dua panel surya yang dapat menyediakan daya 2.800 watt. Daya ini yang dibutuhkan teleskop berbobot kurang lebih satu ton dan seukuran bus, setiap kali mengorbit.

Jangkauannya yang luar biasa membuat ilmuwan berlomba mendapat kesempatan mengamati semesta dengan teleskop Hubble. Tidaklah mengherankan bila jumlah proposal pengamatan yang diterima tujuh kali lebih banyak daripada yang dapat diakomodasi Institut Pengetahuan Teleskop Antariksa (STScl) di Baltimore, Maryland, tempat observasi Hubble dikendalikan.

Kejutan berikutnya

Setelah dua dasawarsa mengorbit dan mempersembahkan citra-citra luar biasa, apalagi yang akan dihasilkan Hubble?

”Harapkan apa yang tidak diharapkan,” kata Malcolm Niedner, peneliti Hubble dari Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland.

Dalam wawancara dengan Newscientist, Niedner mengingatkan bahwa lebih dari separuh perubahan pemahaman manusia tentang semesta berasal dari obyek-obyek foto Hubble pada kawasan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.

Namun, dark energy (energi gelap) tampaknya bakal menjadi kejutan berikut setelah Desember 2008 Hubble mengirim citra kluster galaksi Abell 85. Berjarak 740 juta tahun cahaya dari Bumi, Abell 85 adalah obyek terbesar di semesta yang runtuh sehingga ideal untuk meneliti dark energy.

Sebelumnya, para ilmuwan memang dikejutkan oleh temuan bahwa alam semesta telah mengembang lebih cepat dari yang seharusnya. ”Tenaga pendorong laju dipercepat itulah yang kemudian disebut dark energy,” kata Premana.

Dark energy adalah penentu seberapa besar galaksi akan terbentuk dan terdistribusi. Oleh karena itu, harapan kemudian bertumpu pada kemampuan teleskop Hubble mencari galaksi-galaksi lebih jauh lagi untuk mengungkap misteri dark energy ini.

Mungkinkan teleskop Hubble menemukan jawabnya? Waktu yang akan menentukan.
Kompas Ceta

Foto Awal Mula Alam Semesta Versi Hubble


Citra dari teleskop hubble yang diperbaharui NASA

KOMPAS.com - Gambaran alam semesta sebelum jadi seperti sekarang dihasilkan teleskop luar angkasa Hubble dan disebarluaskan fotonya pada pertemuan American Astronomical Society, Selasa (5/6/2010). Foto terbaru Hubble itu menampilkan foto "keluarga" jagat raya yang menggambarkan galaksi pada berbagai usia dan tingkat perkembangan yang berbeda.

Dari sudut waktu, kondisi alam semesta yang digolongkan masih kanak-kanak tersebut setara dengan 600 juta tahun setelah peristiwa Ledakan Besar (Big Bang), yang dari teori fisika diyakini sebagai kelahiran alam semesta. Sejauh ini, foto tersebut dipercaya sebagai gambar paling lengkap dari masa awal alam semesta, yang menunjukkan galaksi dengan bintang-bintang berumur ribuan tahun.

Susunan bintang-bintang, seperti dalam foto Hubble, itu menunjukkan tanda awal yang kuat dari kelompok (kluster) bintang pertama kalinya. Susunan galaksi muda tersebut belum berbentuk spiral atau elips, dan sebagian besar lebih kecil berwarna kebiruan. Kondisi seperti itu terjadi karena galaksi tidak berisi banyak logam berat, seperti diungkapkan Garth Illingworth dari Universitas California, Santa Cruz. Illingworth merupakan profesor astronomi yang terlibat dalam peluncuran foto Hubble tersebut.

”Kita menyaksikan galaksi yang amat kecil, yang merupakan benih dari galaksi bimasakti saat ini,” ujarnya.

Menurut Illingworth, hingga teleskop Hubble milik NASA selesai diperbaiki akhir tahun lalu, para astronom dunia hanya dapat melihat alam semesta pada kisaran usia 900 juta tahun setelah Ledakan Besar atau 300 juta tahun lebih tua daripada gambar terbaru yang diluncurkan dua hari lalu.

Teleskop Hubble merupakan kunci penting menentukan usia alam semesta, yang disepakati komunitas ilmiah dunia berumur 13,7 miliar tahun. Hasil itu sukses mengakhiri perdebatan panjang ilmiah pada dekade sebelumnya. Namun, semua itu dinilai belum cukup memuaskan.

NASA saat ini masih mengembangkan laboratorium baru, teleskop James Webb seharga 4,5 miliar dollar AS, yang rencananya diluncurkan empat tahun mendatang untuk pemahaman yang lebih pasti tentang awal mula alam semesta. ”Jadi, kita masih dalam tahap permulaan,” kata ahli astrofisika, Neil deGrasse Tyson, dari Museum Sejarah Alam Amerika. ”Setiap tahap mendekati permulaan memberitahu Anda sesuatu yang belum Anda ketahui sebelumnya.” (AP/GSA)

Kupu-kupu Elok Tertangkap Hubble


NASA

WASHINGTON, Setelah mengalami perbaikan, teleskop ruang angkasa Hubble kembali menampilkan foto-foto menakjubkan, salah satunya kupu-kupu angkasa dengan cahaya-cahaya elok.

Dengan pemasangan dua kamera baru dan beberapa perbaikan, Hubble mendapatkan foto galaksi-galaksi dan nebula—kabut gas dan debu bintang—lebih tajam dibanding gambar yang pernah diambil sebelumnya. Hubble juga berhasil menangkap cahaya-cahaya baru yang belum pernah dilihat.

Salah satu yang kemudian menjadi perbincangan adalah nebula yang menjadi tempat lahirnya bintang-bintang baru. Nebula berbentuk kupu-kupu ini memancarkan gas dan debu panas yang mengembang menyerupai sayap.

Foto-foto lain yang tak kalah indah adalah drama kosmis tentang kelahiran dan kematian bintang-bintang. Salah satunya memperlihatkan Carina Nebula, tempat kelahiran bintang berjarak 7.500 tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang bisa ditempuh cahaya selama setahun atau sekitar 9,6 triliun kilometer. Dalam foto tampak awan kemerahan yang dibombardir radiasi. Saat Hubble menggunakan spektrum cahaya berbeda, awan-awan itu menghilang dan tampaklah bintang-bintang muda berumur sekitar 100.000 tahun.

Foto yang berbeda memperlihatkan ribuan kelompok bintang yang tersebar dalam cahaya putih di antara titik-titik biru yang merupakan bintang panas dan titik-titik merah bintang yang lebih dingin.

Foto-foto Hubble ini diambil dalam galaksi Bima Sakti, kecuali lima galaksi spiral yang difoto dalam satu frame.

Dengan kemampuan barunya, Hubble akan mengarahkan kamera ke ujung terjauh jagat raya dan mengambil foto angkasa beberapa saat setelah Big Bang atau ledakan besar yang diyakini sebagai awal terbentuknya semesta.

Dugaan Ada Laut di Pluto Makin Kuat


HST
Foto Pluto diambil dengan Faint Object Camera Teleskop Ruang Angkasa Hubble.
TERKAIT:

Sebuah model di komputer memunculkan kemungkinan adanya kolam air di bawah lapisan es Pluto yang tebal. Para ilmuwan menduga Pluto punya inti berupa batu yang memiliki materi radioaktif. Secara perlahan, inti tersebut rusak, melepaskan panas yang bisa mencairkan es sekaligus mempertahankan bentuk cair itu.

"Mengingat ukuran dan komposisi Pluto, 100 bagian per 1 miliar potasium radioaktif bisa mempertahankan air 60-105 mil pada kedalaman 120 mil," kata Guillaume Robuchon, ilmuwan keplanetan dari University of California di Santa Cruz, Amerika Serikat.

Simulasi tersebut, seperti ditulis oleh Robuchon pada sinopses penelitian yang dipresentasikan minggu lalu di konferensi American Geophysical Union, memberikan petunjuk kalau Pluto saat ini memiliki laut.

Dugaan ini mungkin akan terbukti sekitar 5 tahun mendatang. Saat itu, wahana antariksa New Horizon milik NASA akan tiba di Pluto sebagai bagian dari perjalanan 10 tahun ke sana. New Horizon adalah pesawat antariksa tanpa awak yang dikirim ke Pluto. Saat ini, New Horizon sudah menempuh jarak 3 miliar mil.

Para ilmuwan juga akan melihat kutub di Pluto untuk mengetahui bentuk bagian dalam Pluto.(National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)

Minggu, 19 Desember 2010

Astronomi : Alam Semesta Kita Bukan Satu-satunya



Ilustrasi Alam Semesta

KOMPAS.com — Beberapa waktu lalu dua ahli astronomi, yakni Roger Penrose dari Universitas Oxford dan Vahe Gurzadyan dari Yerevan State University di Armenia, mengemukakan teori baru alam semesta, yang pernah ditulis dalam artikel Kompas.com "Alam Semesta Sudah Ada Sebelum Big Bang".

Berdasarkan temuan adanya lingkaran konsentris kosmos, dalam teorinya kedua ilmuwan itu mengungkapkan bahwa alam semesta tercipta lewat sebuah siklus aeon. Setiap siklus diakhiri dengan sebuah big bang yang juga menjadi tanda berawalnya siklus baru.

Singkatnya, sebelum masa kita hidup sekarang, telah terdapat masa yang lalu. Masa lalu tersebut diakhiri oleh big bang yang dikenal sekarang, yang merupakan big bang terakhir sejauh ini. Nantinya, masa kita akan berakhir juga dengan sebuah big bang lagi.

Nah, masih berhubungan dengan teori baru itu, kini ada ilmuwan lain yang mengemukakan hal yang berkaitan dengan temuan Penrose dan Gurzadyan. Ilmuwan itu mengemukakan hal tersebut berdasarkan model alam semesta yang disebut eternal inflation atau inflasi abadi.

Dalam cara pandang tersebut, alam semesta yang kita tahu adalah sebuah gelembung yang ada dalam semesta yang lebih besar. Semesta tersebut juga diisi dengan gelembung-gelembung lain, di mana mereka memiliki hukum-hukum fisika yang mungkin berbeda dengan yang diketahui.

Menurut para ilmuwan itu, gelembung yang ada mungkin memiliki masa lalu yang penuh kekerasan. Mereka berdesakan dan meninggalkan "memar kosmos" sebagai hasil ketika satu sama lain bertabrakan. Jika hal itu benar, memar kosmos tersebut pasti bisa dilihat.

Stephen Feeney dari University College London, si ilmuwan yang dimaksud, menemukan bukti memar kosmos yang tampil dalam bentuk lingkaran dalam latar gelombang mikrokosmos. Ia menemukan empat lingkaran, bukti bahwa semesta kita telah bertabrakan paling tidak empat kali pada masa lalu.

Bagaimanapun, temuan itu adalah bukti pertama adanya semesta sebelum big bang. Beberapa ilmuwan menanggapi bahwa temuan ini bisa saja merupakan tipuan mata. Seperti yang diakui Feeney, "Lebih mudah melihat data statistik daripada mengamati data di CMB."

Ilmuwan mengatakan, satu-satunya cara untuk mengetahui kebenaran pendapat tersebut adalah menemukan data yang lebih baik. Jika beruntung, Planck Spacecraft yang kini tengah diperbantukan untuk mengamati latar lingkaran mikrokosmos dengan resolusi lebih tinggi bisa mengirimkan data itu.

Planck diharapkan bisa mengirimkan data yang dimaksud atau menemukan misteri yang lebih hebat lagi. Sementara para kosmolog nantinya akan mengolah dan menginterpretasikan data itu, kita bisa membaca hasil diskusinya. Mari kita nanti buktinya.

www.technologyreview.com

Hah... Planet Bisa Reinkarnasi ?


NASAPlanet di luar tata surya

KOMPAS.com - Selama ini, planet-planet ditemukan di sekitar bintang membentuk suatu sistem tata surya. Secara teori, saat bintang-bintang yang menjadi pusat tata surya mati dan meledak, planet pun akan urut hancur. Lantas, apa yang terjadi kemudian?

Mungkin enggak bintang yang sudah mati ini masih memiliki planet. Atau mungkinkah planet yang sebelumnya terbakar dan hancur bisa terbentuk lagi, jadi seperti reinkarnasi begitu?

Setelah menemukan 15 planet ekstrasurya sejak melakukan penelitian intensif tahun 1999, Johny Setiawan, seorang astronom asal Indonesia yang bekerja di Max Planck Institut fur Astronomie, Jerman tergelitik dengan pertanyaan tersebut. Ia bahkan sampai terpikir kalau planet yang hancur setelha bintangnya mati bisa terbentuk lagi. Mirip reinkarnasi.

"Mungkin enggak bintang yang sudah mati ini masih memiliki planet. Atau mungkinkah planet yang sebelumnya terbakar dan hancur bisa terbentuk lagi, jadi seperti reinkarnasi begitu?" ungkap pria yang kini berusia 36 tahun tersebut.

Pertanyaan ini bukannya tak berdasar sebab ia telah menemukan adanya fenomena tersebut lewat observasinya. "Saya menemukan bintang yang sudah mati, tapi planetnya masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan," katanya.

Tanda-tanda kehidupan yang dimaksud ada dua hal. Pertama, terdapatnya piringan atau massa debu di sekitar planet tersebut. Kedua adalah adanya gerakan secara teratur bukti kuat bahwa planet tersebut masih hidup.

Ia mengatakan, terdapat dua kemungkinan yang bisa menjadi sebab fenomena tersebut. "Apakah planetnya itu super kuat sehingga bisa bertahan walaupun bintangnya sudah meledak. Atau, planetnya terbentuk kembali," jelas Johny.

Tentang apa nama planet dan bintang yang tengah ditelitinya, Johny belum bisa menceritakan. Namun, ia mengatakan bahwa tahun depan pertanyaan akan nama dan kemungkinan reinkarnasi bintang itu akan terjawab.

Johny adalah pimpinan proyek penelitian di Max Planck yang bersama timnya baru saja menemukan planet HIP 13044b, sebuah planet yang berasal dari luar galaksi kita, namun seakan tertelan sehingga berada di wilayah Bima Sakti.

Planet HIP 13044b mengorbit pada bintang yang disebut HIP 13044 atau Sergio, sebuah bintang yang sudah memasuki usia senja dan miskin kandungan logam. Penemuan Johny dipublikasikan di Scientific Express bulan lalu.

sumber : KOMPAS.com

Inilah Planet Pertama di Luar Bima Sakti



ESOIlustrasi planet HIP 13044 b, yang mengelilingi sebuah bintang di luar Galaksi Bima Sakti.

WASHINGTON, KOMPAS.com — Untuk kali pertama, para ilmuwan menemukan sebuah planet di luar galaksi Bima Sakti, bukan hanya di luar tata surya. Selama ini, planet-planet asing di luar tata surya kita atau sering disebut planet ekstrasolar selalu ditemukan di dalam bagian galaksi Bima Sakti.

Namun, sebuah planet yang baru-baru ini terdeteksi diketahui berada di luar tepian galaksi yang mengorbit sebuah bintang yang tengah sekarat pada jarak 2000 tahun cahaya dari Bumi. Planet tersebut berukuran sedikit lebih besar dari Jupiter, planet terbesar di tata surya, dan sama-sama termasuk jenis planet gas panas.

"Penemuan ini sangat mengejutkan. Karena jaraknya yang sangat jauh, selama ini tidak ada planet-planet yang terdeteksi di galaksi lainnya," ujar Rainer Klement dari the Max Planck Institute of Astronomy, Kamis (18/11/2010). Yang lebih mengejutkan lagi, kepala ilmuwan yang meneliti planet tersebut adalah astronom asal Indonesia yang bekerja di the Max Planck Institute, Johny Setiawan.

Johny Setiawan dan timnya berhasil mendeteksi lokasi bintang dan planet tadi setelah memusatkan perhatian pada sebuah denyut gelombang di permukaan bintang akibat gaya gravitasi planet dan bintang yang sedang mengorbit. Mereka menggunakan teleskop yang dimiliki Laboratorium Selatan Eropa di Observatorum La Silla, Cile, yang dibangun di ketinggian 2.400 meter dan terletak sekitar 600 kilometer utara ibu kota Santiago.

Planet tersebut diberi nama HIP 13044 b. Sistem planet dan bintang tersebut diduga bagian dari arus helmi, sekelompok bintang yang tercerai-berai dari galaksi mini yang hancur setelah disedot galaksi Bima Sakti antara 6 dan 9 miliar tahun lalu. Planet dan bintang tersebut juga diperkirakan tengah bergerak ke arah Bima Sakti sebelum melebur.

Bintang merah raksasa

Bintang yang dikelilingi planet HIP 13044 b itu termasuk jenis bintang merah raksasa yang sedang memasuki fase kehancurannya. Ukurannya menggembung menjadi sangat besar karena hampir seluruh energi dari intinya telah dilepaskan. Planet menjadi sangat panas karena mengorbit dekat sekali dengan bintang tersebut.

Selain mengorbit sangat dekat, planet tersebut mengelilingi bintangnya dengan sangat cepat dan dalam periode 16 hari saja. Para ilmuwan pun memperkirakan umur planet tersebut tidak lama sebelum hancur menabrak bintangnya.

"Penemuan ini sangat menarik untuk melihat masa depan sistem tata surya kita karena Matahari juga diperkirakan akan menjadi bintang merah raksasa lima miliar tahun lagi," ujar Johny.

sumber : KOMPAS.com

WHAT YOUR OPINION ??


Harga Pas: Rp 454.000,- / Buah
Minimum Order: 1 buah
Berat Kemasan: 2 kg
Toko: UCCAComputer.Co.Cc
Kategori: Everything Else - Everything Else

Daftar Harga

Kisaran Jumlah (Buah)
Harga Satuan
1 - 5 Rp 454.000,-
6 - 10 Rp 404.000,-
> 10 Rp 404.000,-

Land and Sky Telescope F36050 ini Memiliki 2 Fungsi Yaitu Untuk Melihat Objek Yang Sangat Jauh Seperti Bulan dan Untuk Melihat Object Yang Berada di Permukaan Bumi Seperti Puncak Gunung Maupun Panorama Alam

Telescope ini Mempunyai Kemampuan Pembesaran Objek Sampai 90 Kali. Panjang Teropong ini 36 cm (Pembesaran Obyek 60x) dan 52 cm (Pembesaran Obyek 90x). Dilengkapi Dengan Tripod (Kaki Tiga) Yang Tingginya 36 cm

Spesifikasi :

Model : 36050 Telescope
Focal Length : 360 mm (Panjang 36 cm)
Diameter : 5 cm
Lensa : Coated Optics
Dilengkapi 2 Eyepieces Dengan Ukuran Yang Berbeda Yaitu 6 mm (Perbesaran Obyek 60x) dan 20 mm (Perbesaran Obyek 18x)
Berat Dihitung Berdasarkan Volumetric Weight : 1 Kg x ((46 cm x 22 cm x 12 cm) : 6000) = 2,024 Kg

Peringatan :

*Jangan Melihat Matahari Dengan Telescope ini Karena Bisa Merusak Mata
*Untuk Anak Dibawah 12 Tahun Sebaiknya Ditemani Orang Dewasa Untuk Menggunakan Telescope ini

Menantang Kemapanan dalam Astronomi


YUNANTO WIJIUTOMO

Kalau ada orang yang senang menantang kemapanan dalam astronomi, mungkin Johny Setiawan-lah orangnya. Ia adalah astronom berusia 36 tahun asal Indonesia yang bekerja di Departemen Planet dan Formasi Bintang Max Planck Institute for Astronomy, Jerman.

Mengapa dikatakan senang menantang? Sebab lewat beberapa risetnya, ia tengah mempertanyakan kembali tentang teori proses terbentuknya planet serta berbagai syarat
yang dibutuhkan, sesuatu yang saat ini seolah menjadi dogma.

Sebut saja terbentuknya planet yang mensyaratkan adanya bintang yang kaya logam. Kemudian, sebuah teori lagi yang mengatakan, ketika bintang telah menua usianya,
planet-planet di sekitarnya akan mati. Johny menantang kedua hal tersebut.

"Banyak yang mengatakan mustahil bagi planet untuk tetap hidup saat bintangnya sudah menua. Tapi ternyata salah. Penelitian saya menunjukkan hal itu," paparnya.

Penelitian yang dimaksud adalah hasil temuan terbarunya, planet ekstra surya bernama HIP 13044b yang memiliki bintang induk yang disebut HIP 13044 atau Sergio. Temuannya dipublikasikan dalam jurnal Scientific Express bulan lalu.

Penemuan tersebut memiliki tiga keistimewaan. Pertama adalah karakteristik bintang induknya. "Bintang induk planet ini ternyata miskin logam, kandungan logamnya kurang
lebih hanya 1 persen," kata Johny. Padahal, bintang induk biasanya kaya akan logam. Keistimewaan kedua adalah planet yang ditemukan ternyata berasal dari galaksi asing,
alias di luar Bima Sakti. "Karena gaya gravitasi Bima Sakti yang kuat, maka planet-planet yang terdapat di galaksi lain akan tertarik," jelas Johny.

Keistimewaan ketiga, ia mengatakan, "planet itu menginduk pada sebuah bintang yang sebenarnya sudah memasuki masa senjanya. Ini baru satu-satunya yang seperti itu,"
katanya yang telah menemukan 15 planet ini.

Ia menjelaskan, "Dilihat dari teori evolusi bintang, planet yang saya temukan seharusnya sudah hancur. Tapi ternyata masih hidup." Bintang induk planet tersebut seharusnya
sudah membakar planet itu.

Menurut Johny, "Penemuan ini bisa menjadi dasar pendapat bahwa ketika matahari menua 5 milyar tahun nanti, planet bumi sebenarnya masih hidup walaupun dengan
kondisi yang jauh berbeda dengan sekarang."

Namun demikian, kehidupan di muka bumi diperkirakan telah tiada. "Manusia mungkin sudah ngga ada di bumi," cetusnya. Suhu bumi akan panas sehingga jika ada, mungkin
hanya makhluk tahan panas yang bisa bertahan.

Kini, ia tengah mempersiapkan penelitian terbarunya. Penelitian ini akan melihat kemungkinan planet untuk tetap hidup kala bintang induknya sudah mati. Sekaligus kemungkinan planet-planet bisa bereinkarnasi.

Sejak kecil

Perjalanan kesuksesan Johny sebenarnya telah dimulai sejak umur 4 tahun. "Saat itu saya senang sekali lihat film Star Trek di TVRI. Rasanya senang bisa lihat penjelajahan
ke luar angkasa. Orang tua saya mungkin tidak menyadari, tapi saya terinspirasi," kenangnya.

Ketika beranjak lebih besar, ia mulai membaca khazanah ilmu pengetahuan bagi anak-anak berjudul "Alam Semesta dan Isinya". Wawasannya tentang astronomi pun
bertambah, seiring minatnya yang juga terpupuk.

Memasuki bangku SMA, ia banyak mendapat kesempatan mengikuti lomba-lomba seperti kimia dan fisika. Meski demikian, nilai fisikanya sebenarnya termasuk yang
terendah diantara nilai IPA lainnya. Tapi, ia tetap percaya bisa mencapai cita-cita sebagai astronom.

Lulus SMU, ia pun melanjutkan studi ke Freiburg University dari jenjang sarjana hingga doktoral. Saat mengambil program doktoral itulah ia mendapat kesempatan untuk
meneliti planet ekstra surya dan akhirnya berlanjut hingga sekarang.

"Saat itu, professor saya memberikan tawaran untuk menganalisa garis spektrum bintang," katanya. Dengan menganalisa garis spektrum bintang, manusia bisa mengetahui
keberadaan planet yang mengelilingi bintang tersebut.

Hingga kini, Johny telah berhasil menemukan 15 planet ekstra surya. Beberapa di antaranya adalah HD 47536b, HD 47536c, HD 70573b dan HD 11977b. Angka
dalam nama planet menunjukkan posisi planet di jagad raya sementar hurub di belakang menunjukkan urutan planet.

Astronomi di Indonesia, menurut Johny, sangat berpotensi untuk dikembangkan. "Kita punya banyak potensi tetapi tidak memiliki kesempatan," katanya saat ditemui di
International Summit Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional 2010, Jumat (17/12/2010).

"Melihat itu, sebaiknya yang dilakukan untuk meningkatkan kesempatan. Misalnya, coba kalau di suatu kota ada suatu observatorium. Saya kira itu akan turut membangun
kesempatan menjadi astronom," katanya.

Dengan kesempatan yang diciptakan, ia mengatakan bahwa mungkin akan banyak orang Indonesia yang menekuni astronomi. Ia pun siap membantu dengan bergabung dalam Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia (I4), wadah buat para ilmuwan asal Indonesia yang kini berkarir di luar negeri untuk memberi sumbangan bagi perkembangan iptek di Tanah Air.

sumber : KOMPAS.com