BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Jumat, 04 Februari 2011

NASA Temukan 54 Planet Serupa Bumi



NASA Ilustrasi Kepler-11, bintang mirip Matahari yang dikelilingi enam planet.

Perburuan planet-planet ekstrasurya atau di luar tata surya yang mirip Bumi dan mendukung kehidupan terus dilakukan. Teleskop luar angkasa Kepler milik Badan Antariksa AS (NASA) dirancang secara khusus untuk mencari planet-planet seperti itu.

"Hanya dalam waktu setahun meneropong sebagian kecil galaksi kita, Kepler berhasil menemukan 1.235 planet di luar tata surya kita. Yang mengejutkan, 54 di antaranya kemungkinan dapat dihuni manusia, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin," kata William Borucki, kepala ilmuwan yang terlibat dalam misi Kepler, Rabu (2/2/2011) malam waktu AS.

Dari 1.235 planet baru yang terdeteksi, 68 di antaranya seukuran Bumi, 288 super Bumi, 662 seukuran Neptunus, 165 seukuran Jupiter, dan 19 lebih besar dari Jupiter. Sementara dari 54 planet yang ditemukan di zona orbit yang mendukung kehidupan, 5 di antaranya seukuran Bumi dan sisanya antara super Bumi atau dua kali ukuran Bumi hingga seukuran Jupiter.

"Kami mulai dari nol ke 68 kandidat planet seukuran Bumi dan dari nol hingga 54 kandidat di zona yang mendukung kehidupan, sebuah wilayah di mana air dalam bentuk cair mungkin ada di permukaan planet. Beberapa kandidat mungkin juga memiliki bulan dengan air dalam bentuk cair," jelas Borucki.

Penemuan planet yang mendukung kehidupan sebanyak 54 buah merupakan jumlah yang sangat banyak. Sejauh ini bahkan bisa dikatakan belum pernah ditemukan planet ekstrasurya yang benar-benar dapat dipastikan mirip Bumi dan kemungkinan dapat dihuni. Kalaupun mengandung senyawa organik dan zat-zat yang dibutuhkan untuk kehidupan, planet yang ditemukan biasanya terlalu jauh atau terlalu dekat bintangnya.

Meski disebut mendukung kehidupan, planet-planet tersebut belum dapat dipastikan ada kehidupan di sana saat ini seperti Mars misalnya. Kalaupun ada kehidupan mungkin berupa jasad renik seperti bakteri atau jenis kehidupan yang belum terbayangkan saat ini. Pekerjaan rumah berikutnya yang masih harus dilakukan para ilmuwan adalah menentukan ukuran planet-planet tersebut, komposisi, suhu permukaan, jarak dari bintangnya, kondisi atmosfer, dan kemungkinan adanya air serta senyawa karbon.

Semua planet asing tersebut ditemukan di galaksi Bima Sakti. Namun, jaraknya terlalu jauh dari Bumi dan mustahil mengirim misi ke sana. Dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini, perlu jutaan tahun untuk berkunjung ke planet-planet tersebut.

"Cucu-cucu kita yang akan memutuskan apa langkah selanjutnya. Apakah mereka akan pergi ke sana? Apakah mereka hanya akan mengirim robot ke sana?" kata Borucki.

NASA Temukan Tata Surya dengan 6 Planet



NASA / Tim Pyle
Konsep artis mengenai Kepler 11. Kepler-11 adalah bintang serupa Matahari yang memiliki sistem dengan enam planet.

Teleskop luar angkasa Kepler telah membuat penemuan menakjubkan. Lewat konferensi pers yang digelar NASA Rabu (2/2/2011) siang waktu Washington atau Kamis (3/2/11) dini hari WIB, hal utama yang diumumkan adalah bahwa Kepler telah menemukan lebih dari 1200 planet dengan 54 diantaranya potensial mendukung kehidupan.

Namun, di luar isu utama tentang penemuan planet yang bisa dihuni itu, Kepler menyimpan temuan lain yang tak kalah menakjubkan. Teleskop luar angkasa yang baru beroperasi tahun 2009 ini menemukan sebuah tata surya baru beranggotakan 6 buah planet. Seluruh planet mengorbit satu bintang induk yang dinamai Kepler 11.

Tata surya baru itu berjarak 2000 tahun cahaya dari bumi. Tata surya ini unik sebab merupakan tata surya pertama yang memiliki jumlah planet transit lebih dari 3. Dalam konferensi pers yang digelar, NASA mengatakan, "Ini adalah grup terbesar planet transit mengorbit satu bintang induk yang pernah ditemukan di luar tata surya kita."

Planet transit secara sederhana bisa dikatakan sebagai planet yang sedang melewati muka bintang atau planet lain sehingga tampak seperti singgah di bintang tersebut. Proses transit yang terjadi mirip proses gerhana. Bedanya, dalam proses transit, benda yang lebih kecil berada di depan benda yang lebih besar sehingga benda kecil itu akan tampak seperti titik di benda besar. Sementara dalam gerhana, benda yang lebih besar melintas di muka benda yang lebih kecil sehingga menutupi. Besar kecil benda relatif dari sudut pandang pengamat. Dalam tata surya kita, tak jarang ditemui Merkurius transit di muka matahari atau planet lain.

Temperatur seluruh planet lebih panas dari Venus, sekitar 400 hingga 1400 derajat Fahrenheit. Para astronom mengungkapkan, seluruh planet yang mengorbit Kepler 11 memiliki ukuran lebih besar dari bumi. Rentang ukurannya sekitar 2 hingga 4,5 kali massa bumi. Planet yang terbesar diperkirakan memiliki ukuran setara dengan Uranus atau Neptunus. Keseluruhannya ditemukan dengan cara melihat peredupan cahaya bintang induk saat planet melintasi wilayah antara bintang dan teleskop.

Keunikan lain tata surya baru ini adalah arsitekturnya. Anggota tata surya Kepler 11 terdiri atas planet-planet tersusun kompak, memadati area di dekat bintang induk. Sebanyak 5 planet seolah mengumpul saling berdekatan sementara 1 lainnya tampak "terpental" karena sedikit terpisah. Planet terdekat adalah Kepler 11-b yang jarak dengan bintang induknya 10 kali lebih dekat dari jarak Bumi-Matahari. Sementara planet terjauh adalah Kepler 11-g yang jarak dengan bintang induknya 1/2 jarak Bumi-Matahari.

Sejauh ini, belum diketahui adanya tata surya dengan arsitektur sedemikian unik. Sebanyak 5 planet yang seolah mengumpul adalah Kepler 11-b, Kepler 11-c, Kepler 11-d, Kepler 11-d dan Kepler 11-e. Sementara, planet yang sedikit terpental adalah Kepler 11-g. Seluruhnya merupakan planet yang terdiri atas campuran batuan, gas dan mungkin air.

Planet Kepler 11-d, Kepler 11-e dan Kepler 11-f mempunyai jumlah gas ringan yang signifikan, menandakan bahwa ketiganya baru terbentuk dalam jangka waktu beberapa juta tahun terakhir. Seluruh planet memiliki waktu revolusi antara 10-47 hari.

Dengan penemuan tata surya baru ini, Kepler semakin memantapkan posisinya sebagai teleskop luar angkasa unggulan masa kini. Prediksi Geoff Marcy, astronom dari University of California di Berkeley, pada tahun 2020 Kepler akan menemukan setidaknya 10.000 planet. Sementara pada tahun 2030, jumlahnya temuannya bisa bertambah 20.000 lagi. Hingga konferensi NASA kemarin, Kepler telah menemukan 1235 planet.

(International Business Times, Daily Mail, Space.com, Nasa)

Benarkah Alam Semesta Mengembang?


NASA
Galaksi NGC 4150 sedang memakan galaksi lainnya

Tanya:

Benarkah alam semesta mengembang sehingga jarak antargalaksi semakin besar?

Jawab:

Menurut hasil pengamatan Cosmic Microwave Background Radiation dan pengamatan Supernovae tipe Ia, disimpulkan bahwa alam semesta (universe) mengalami percepatan yang artinya terus mengembang sehingga jarak antara galaksi-galaksi (yang tidak berada dalam satu grup) rata-rata semakin menjauh satu sama lain.

Pemisalannya adalah jika kita menggambar 2 titik di permukaan di sebuah balon, dan kemudian kita meniup balon tersebut. Maka jarak kedua titik tersebut akan semakin besar. Tentu saja perlu diingat bahwa ini hanya sebagai contoh, namun bukan sesungguhnya.


Planet Mars Diduga Sembunyikan Banyak Es


Diperkirakan, ada lebih banyak es di permukaan planet Mars.

Kutub-kutub planet Mars kemungkinan bukanlah satu-satunya tempat di mana air es bersembunyi di planet itu. Dari penemuan terbaru, astronom memprediksi bahwa es juga hadir di kawah-kawah yang ada di sekitar garis katulistiwa Mars.

Temuan ini disebut-sebut dapat memberikan dampak signifikan terhadap eksplorasi planet Mars di masa depan. Nantinya, es tersebut berpeluang dapat dimanfaatkan sebagai penyambung hidup ketika manusia mulai ada yang ditugaskan di sana.

Menggunakan gambar-gambar yang diambil oleh Mars Global Surveyor dan Mars Reconnaissance Orbiter, David Shean, Planetary Geologist dari Malin Space Science Systems di San Diego, Amerika Serikat menyebutkan, tampaknya ada banyak material yang kaya akan es terkubur di dasar setidaknya 38 kawah di kawasan Sinus Sabaeus, yang ada di dekat katulistiwa Mars.

“Sangat mengherankan bahwa hal-hal seperti ini tidak disadari sebelumnya meski sudah ada ratusan ribu foto-foto resolusi tinggi yang diambil selama 15 tahun terakhir,” kata Shean, seperti dikutip dari Space, 2 Februari 2011. “Ini bukti bahwa planet Mars memang penuh dengan kejutan.”

Dari penelitian-penelitian terdahulu, kutub planet Mars diperkirakan menyimpan es. Akan tetapi, iklim di planet itu terlalu keras bagi kelangsungan air. Udara di sana sangat tipis sehingga jika ada es di permukaan planet akan segera menguap.

“Sejak lama kami telah melihat gambar-gambar yang menunjukkan bahwa tampak material yang kaya akan es di dasar kawah di kedua kutub Mars,” kata Shean. “Yang mengherankan, ternyata material yang sama juga ditemukan di khatulistiwa planet itu,” ucapnya.

Shean menyebutkan, jika ada es yang terkubur di khatulistiwa, tampaknya ia menyimpan catatan penting terhadap kondisi iklim di masa lalu Mars yang sangat ingin dianalisa oleh ilmuwan.

Lebih lanjut, Shean menyebutkan, kawasan khatulistiwa jauh lebih menarik untuk dijadikan tujuan untuk eksplorasi di masa depan dibandingkan dengan kutub karena mendapatkan lebih banyak sinar matahari dan memiliki temperatur yang lebih hangat.

“Khatulistiwa cocok untuk kendaraan penjelajah bertenaga matahari,” kata Shean. “Namun demikian, eksplorasi masa depan juga membutuhkan air sebagai sumber pendukung kehidupan,” ucapnya.

Temuan es di kawasan khatulistiwa planet Mars tersebut dipaparkan di jurnal Geophysical Research Letters.

Rabu, 02 Februari 2011

Kenapa Astronomi Indonesia Tidak Maju?



ESO


Di sela-sela penelitiannya selama sempekan di Observatorium La Silla, Chile, 20-28 Januari 2011, Dr Johny Setiawan menyempatkan diri menjawab pertanyaan-petanyaan para pembaca Kompas.com secara online. Johny adalah astronom asal Indonesia yang kini menjadi peneliti di Max Planck Institute for Astronomi, Jerman.

Di antara sekian banyak pertanyaan, sejumlah orang penasaran dengan latar belakang Johny yang sukses menjadi salah satu astronom terkemuka di dunia. Selama karirnya, Johny memang banyak dikenal sebagai peneliti utama yang menemukan planet-planet ekstrasurya atau ekstrasolar. Penelitiannya sangat penting bagi ilmu pengetahuan untuk mengungkap asal-usul alam semesta hingga menemukan tempat serupa Bumi yang mungkin dibutuhkan untuk masa depan kehidupan manusia.

Tak sedikit yang mempertanyakan bagaimana agar riset astronomi bisa berkembang di Indonesia dan sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Berikut rangkuman jawaban Dr Johny Setiawan terhadap pertanyaan pembaca:

Tanya: Sejak kapan jatuh cinta sama astronomi? Lalu mengasah kemampuannya bagaimana? Gabung dengan astronomy club kah atau ikutan olimpiade sains atau semacamnya?

Jawab: Tertarik dengan astronomi sejak berumur 4 tahun. Jatuh cinta dengan astronomi sejak SMA. Saya tidak pernah ikut club astronomi dsb. Saya mengasah kemampuan astronomi saya dengan banyak membaca buku astronomi di tempat saya studi dan tentunya juga bekal pengamatan astronomi di La Silla sejak lebih dari 11 tahun.

Tanya: Saya tertarik dengan astronomi. Apa yang harus saya lakukan agar bisa seperti Pak Johny?

Jawab: Resep untuk sukses di bidang astronomi sama dengan resep sukses di bidang lainnya, yaitu rajin belajar, ulet dalam mencari kesempatan dan tidak mudah menyerah dengan keadaan atau situasi yang terbatas, termasuk pandangan masyarakat umum yang kurang mendukung astronomi karena dianggap tidak ada keuntungan materialnya. Saya harap, akan ada yang bisa menggantikan saya kelak di rubrik ini dan menjadi astronom terkenal di dunia.

Tanya: Saya guru, bagaimana menumbuhkan minat siswa terhadap astronomi?

Jawab: Belajar dari pengalaman pelajar di sini (siswi-siswa sekolah menengah) untuk menumbuhkan minat siswa di bidang astronomi, disarankan untuk membuat semacam "astro-club", yaitu kelompok kerja astronomi.

Dimulai dengan proyek-proyek kecil, misalnya pengamatan planet-planet tata surya kita, seperti Venus, Saturnus, Yupiter dan Komet. Karena hal-hal sederhana itulah sangat menarik, bahkan untuk astronom profesional.

Setelah itu, bisa beranjak mendalami bintang-bintang, sistem bintang ganda dan majemuk, sistem planet ekstra surya dan galaksi. Saya yakin dari hal-hal yang sederhana akan tumbuh minat yang besar. Jika minat tersebut terus dibina, kelak akan ada pakar-pakar astrofisika dunia asal Indonesia.

Tanya: Apa saran Pak Johny Setiawan untuk memajukan astronomi di Indonesia?

Jawab: Untuk memajukan astronomi di Indonesia, hal yang paling mendasar adalah adanya minat besar pada astronomi yang disertai minat untuk meneliti (bukan hanya minat yang hanya pasif hanya dengan mendengar tanpa mempelajari secara ilmiah). Minat ini terus terang sangat kurang di Indonesia, karena pemikiran sebagian besar rakyat di Indonesia untuk iptek masih sangat terbatas. Hal inilah yang mungkin membuat Indonesia ketinggalan di bidang iptek. Sangat disayangkan.

Seiring dengan menumbuhkan minat, fasilitas dan peralatan pengamatan astronomi yaitu adanya teleskop dan observatorium adalah mutlak untuk pengembangan ilmu astronomi di Indonesia. Terutama yang berskala internasional agar bisa meningkatkan kerja sama dengan negara maju lainnya. Pada akhirnya, Indonesia akan ketularan maju dan mungkin juga sekaligus meningkatkan taraf hidup. Perlu diingat, telah dibuktikan bahwa kemajuan teknologi suatu bangsa berkaitan langsung dengan peningkatan kemakmuran.

Tanya: Syarat apakah yang harus di miliki lembaga antariksa milik Indonesia untuk bisa menyaingi kebesaran lembaga antariksa milik AS?

Jawab: Syaratnya tentulah adanya fasilitas yang menunjang dan sumber daya manusia Indonesia yang baik di bidang tersebut. Untuk hal ini, sangat disayangkan bahwa Pemerintah Indonesia malas. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara berkembang atau bahkan miskin, seperti Chile, Brasilia, China, Iran, bahkan Namibia. Sayang sekali Indonesia kalah dalam iptek.

Indonesia harus berani mengembangkan dan membudayakan teknologi ruang angkasa di negaranya sendiri jika ingin mampu bersaing dengan negara-negara maju, mengingat potensi manusia Indonesia sangat besar dan banyak tersebar di luar negeri.

Kenapa Astronomi Indonesia Tidak Maju?



ESO


Di sela-sela penelitiannya selama sempekan di Observatorium La Silla, Chile, 20-28 Januari 2011, Dr Johny Setiawan menyempatkan diri menjawab pertanyaan-petanyaan para pembaca Kompas.com secara online. Johny adalah astronom asal Indonesia yang kini menjadi peneliti di Max Planck Institute for Astronomi, Jerman.

Di antara sekian banyak pertanyaan, sejumlah orang penasaran dengan latar belakang Johny yang sukses menjadi salah satu astronom terkemuka di dunia. Selama karirnya, Johny memang banyak dikenal sebagai peneliti utama yang menemukan planet-planet ekstrasurya atau ekstrasolar. Penelitiannya sangat penting bagi ilmu pengetahuan untuk mengungkap asal-usul alam semesta hingga menemukan tempat serupa Bumi yang mungkin dibutuhkan untuk masa depan kehidupan manusia.

Tak sedikit yang mempertanyakan bagaimana agar riset astronomi bisa berkembang di Indonesia dan sejajar dengan negara-negara maju di dunia. Berikut rangkuman jawaban Dr Johny Setiawan terhadap pertanyaan pembaca:

Tanya: Sejak kapan jatuh cinta sama astronomi? Lalu mengasah kemampuannya bagaimana? Gabung dengan astronomy club kah atau ikutan olimpiade sains atau semacamnya?

Jawab: Tertarik dengan astronomi sejak berumur 4 tahun. Jatuh cinta dengan astronomi sejak SMA. Saya tidak pernah ikut club astronomi dsb. Saya mengasah kemampuan astronomi saya dengan banyak membaca buku astronomi di tempat saya studi dan tentunya juga bekal pengamatan astronomi di La Silla sejak lebih dari 11 tahun.

Tanya: Saya tertarik dengan astronomi. Apa yang harus saya lakukan agar bisa seperti Pak Johny?

Jawab: Resep untuk sukses di bidang astronomi sama dengan resep sukses di bidang lainnya, yaitu rajin belajar, ulet dalam mencari kesempatan dan tidak mudah menyerah dengan keadaan atau situasi yang terbatas, termasuk pandangan masyarakat umum yang kurang mendukung astronomi karena dianggap tidak ada keuntungan materialnya. Saya harap, akan ada yang bisa menggantikan saya kelak di rubrik ini dan menjadi astronom terkenal di dunia.

Tanya: Saya guru, bagaimana menumbuhkan minat siswa terhadap astronomi?

Jawab: Belajar dari pengalaman pelajar di sini (siswi-siswa sekolah menengah) untuk menumbuhkan minat siswa di bidang astronomi, disarankan untuk membuat semacam "astro-club", yaitu kelompok kerja astronomi.

Dimulai dengan proyek-proyek kecil, misalnya pengamatan planet-planet tata surya kita, seperti Venus, Saturnus, Yupiter dan Komet. Karena hal-hal sederhana itulah sangat menarik, bahkan untuk astronom profesional.

Setelah itu, bisa beranjak mendalami bintang-bintang, sistem bintang ganda dan majemuk, sistem planet ekstra surya dan galaksi. Saya yakin dari hal-hal yang sederhana akan tumbuh minat yang besar. Jika minat tersebut terus dibina, kelak akan ada pakar-pakar astrofisika dunia asal Indonesia.

Tanya: Apa saran Pak Johny Setiawan untuk memajukan astronomi di Indonesia?

Jawab: Untuk memajukan astronomi di Indonesia, hal yang paling mendasar adalah adanya minat besar pada astronomi yang disertai minat untuk meneliti (bukan hanya minat yang hanya pasif hanya dengan mendengar tanpa mempelajari secara ilmiah). Minat ini terus terang sangat kurang di Indonesia, karena pemikiran sebagian besar rakyat di Indonesia untuk iptek masih sangat terbatas. Hal inilah yang mungkin membuat Indonesia ketinggalan di bidang iptek. Sangat disayangkan.

Seiring dengan menumbuhkan minat, fasilitas dan peralatan pengamatan astronomi yaitu adanya teleskop dan observatorium adalah mutlak untuk pengembangan ilmu astronomi di Indonesia. Terutama yang berskala internasional agar bisa meningkatkan kerja sama dengan negara maju lainnya. Pada akhirnya, Indonesia akan ketularan maju dan mungkin juga sekaligus meningkatkan taraf hidup. Perlu diingat, telah dibuktikan bahwa kemajuan teknologi suatu bangsa berkaitan langsung dengan peningkatan kemakmuran.

Tanya: Syarat apakah yang harus di miliki lembaga antariksa milik Indonesia untuk bisa menyaingi kebesaran lembaga antariksa milik AS?

Jawab: Syaratnya tentulah adanya fasilitas yang menunjang dan sumber daya manusia Indonesia yang baik di bidang tersebut. Untuk hal ini, sangat disayangkan bahwa Pemerintah Indonesia malas. Bahkan dibandingkan dengan negara-negara berkembang atau bahkan miskin, seperti Chile, Brasilia, China, Iran, bahkan Namibia. Sayang sekali Indonesia kalah dalam iptek.

Indonesia harus berani mengembangkan dan membudayakan teknologi ruang angkasa di negaranya sendiri jika ingin mampu bersaing dengan negara-negara maju, mengingat potensi manusia Indonesia sangat besar dan banyak tersebar di luar negeri.

Ayo Perang Melawan Polusi Cahaya

KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD
Seorang astronom sedang memotret gerhana bulan di Observatorium Bosscha pada dini hari.

KOMPAS.com - Secercah cahaya mungkin sangat membantu manusia melakukan pekerjaan. Tetapi bagaimana dengan terlalu banyak cahaya? Laporan sebuah organisasi di Inggris menyebutkan bahwa terlalu banyak cahaya mengakibatkan polusi cahaya.

Emma Marrington dari Campaign to Protect Rural England (CPRE) mengatakan, "Polusi cahaya merusak karakter pedesaan, mengaburkan batas antara kota dan desa serta mengikis kesempatan orang untuk mengalami kegelapan."

Lebih dari itu, Marrington mengatakan, "Polusi cahaya juga bisa mengganggu kehidupan liar dan memengaruhi pola tidur seseorang." Cahaya yang berlebihan juga menyumbang 5-10 persen dari emisi gas rumah kaca serta memboroskan uang.

Dengan melihat dampak itu, CPRE dan British Astronomical Association"s Campaign for Dark Skies (CfDS) merancang program "Star Count Week" yang akan digelar di Inggris. Tujuannya untuk mempromosikan perang melawan polusi cahaya.

Program tersebut akan meminta pesertanya untuk menghitung bintang di konstelasi Orion. Jumlah yang terhitung digunakan untuk membuat peta hitungan bintang yang selanjutnya dipakai untuk memperkirakan dampak polusi cahaya.

Pada tahun 2006/2007, hampir 2000 orang ikut serta dalam program itu. Hanya 2 persen dari peserta bisa melihat lebih dari 30 bintang sementara 54 persen lagi melihat kurang dari 10 bintang.

Hasil "Star Count Week" nantinya akan digunakan untuk mengukur apakah polusi cahaya semakin buruk atau sudah mulai teratasi. Star Count Week sendiri akan digelar mulai 31 Januari 2011 hingga 6 Februari 2011.

Marrington mengatakan, hasil kompetisi akan dipakai untuk meyakinkan pemerintah Inggris untuk mengatasi polusi cahaya. Salah satu caranya dengan menggunakan pencahayaan dalam intensitas tepat, pada tempat dan waktu yang tepat.

"Hal itu akan mengurangi polusi cahaya, emisi karbon dan menghemat uang pada saat yang sama," kata Marrington. Mungkinkah hal ini diterapkan di Indonesia sehingga sekaligus bisa dimanfaatkan untuk mempromosikan astronomi?

Kepler Bakal Temukan 10.000 Planet


NASA/Kepler Mission Planet Kepler menurut rekaan artis

Wahana ruang angkasa Kepler diperkirakan dapat menemukan minimal 10.000 planet dalam satu dekade mendatang. Demikian dikatakan Geoff Marcy, seorang astronom University of California, Berkeley yang terlibat dalam misi perburuan planet dengan wahana tersebut dalam pertemuan American Astronomical Society bulan lalu di Seattle, AS.

"Dalam beberapa tahun mendatang, Kepler akan menemukan ribuan planet. Akan ada misi pengikut Kepler dari Eropa, amerika atau keduanya. Saya bertaruh, Pada tahun 2020, astronom akan menemukan 10.000 planet. Sementara pada tahun 2030, mungkin terdapat 20.000 atau 30.000 planet lain juga akan ditemukan," ujar Marcy seperti dilansir Space.com.

Perkiraan temuan planet baru bakal begitu banyak karena Kepler dilengkapi teknologi canggih. Selain itu, ia juga menyebut bahwa peluang ditemukannya banyak planet baru juga didukung kerja keras para astronom yang sangat inovatif.

Meski demikian, Marcy menuturkan bahwa jumlha penemuan baru bukan yang terpenting. Lebih penting lagi adalah kualitas planet yang ditemukan. Yang dimaksudnya dengan kualitas planet adalah berkaitan dengan misi mencari kehidupan di luar Bumi. "Kami ingin planet seukuran Bumi, berada pada zona yang bisa ditinggali," paparnya.

Penemuan planet yang seukuran bumi dan berada pada zona yang bisa ditinggali akan menguak tabir kemungkinan adanya kehidupan lain di luar angkasa. Terlebih juga akan menggali kemungkinan manusia untuk hidup di tempat tersebut.

Kepler seperti diberitakan sebelumnya telah menemukan planet Kepler 10-b. Planet tersebut merupakan planet ekstrasurya yang seukuran Bumi dengan diameter 1,4 kali ukuran Bumi. Meski demikian, kemungkinan tidak dapat ditinggali manusia karena terlalu dekat dengan bintangnya.

Sejauh ini, selain menemukan Kepler 10-b, kabarnya Kepler juga telah menemukan planet alien lain. Hari ini pukul 13.00 EST atau Kamis (3/2/2011) besok pukul 01.00 WIB, NASA akan menggelar konferensi yang mengumumkan planet alien baru temuan Kepler.

Apa yang Dimaksud Jarak Tahun Cahaya?

NASA/JPL-Caltech/UCLA Riak kabut kuning yang terbentuk karena laju bintang raksasa Zeta Ophiuchi di bagian tengah.

Tanya: Misal jarak sebuah bintang berjuta-juta tahun cahaya jauhnya. Itu berarti peristiwa yang kita lihat saat ini adalah peristiwa yang terjadi berjuta-juta tahun lalu. Berarti ada kemungkinan pada detik ini di tata surya bintang X telah muncul planet yang berpotensi menyerupai Bumi. Apakah benar?

Jawab:

Benar. Jika kita melihat sebuah bintang di langit yang jaraknya 1 juta tahun cahaya, berarti yang kita lihat adalah sinar 1 juta tahun yang lalu. Tidak usah jauh-jauh, bintang terdekat dengan Bumi, yaitu Matahari jaraknya 8 menit cahaya. Artinya jika kita melihat matahari akan terbenam di ufuk barat, sesungguhnya matahari sudah terbenam beberapa menit yang lalu.

Jika memang si bintang berjarak 2,5 miliar tahun cahaya, dan dari cahaya yang kita terima sekarang disimpulkan usia bintang tersebut 2 miliar tahun (2,5 miliar tahun yang lalu), maka pada detik ini, usia bintang tersebut adalah 4,5 miliar tahun.

Jika bintang tersebut bersuhu 5800 Kelvin dan memiliki planet-planet dengan konfigurasi seperti planet di tata surya kita, maka ada kemungkinan besar, di salah satu planet bintang tersebut saat ini ada kehidupan mirip dengan di Bumi. Sayangnya akan sulit dibuktikan karena jika makhluk di sana mengirimkan sinyal ke Bumi kita, sinyal tersebut akan tiba 2,5 miliar tahun mendatang.

Apa Jadinya kalau Asteroid Hantam Bumi?



NASA
Asteroid Mathilde 253 berukuran 59 x 47 km yang direkam pada 27 Juni 1997.

Setelah peristiwa asteroid raksasa yang menghantam Jupiter, masihkah Anda berpikir bahwa hanya pemanasan global yang menjadi masalah paling menakutkan? Bagaimana jika asteroid raksasa seberat 25 juta ton menghantam Bumi sama seperti diyakini terjadi 65 juta tahun lalu?

Satu hal yang pasti, dampaknya akan sangat parah. "Tabrakan dengan objek sebesar itu dan berkecepatan 30.000-40.000 mil per jam akan menimbulkan kerusakan parah," kata Gregory L. Matloff, peneliti NASA yang juga Associate Professor Fisika di New York City of Technology (City Tech).

NASA memperkirakan, jika hal tersebut terjadi, maka besar gaya hantaman asteroid bisa 68.000 kali gaya bom atom yang mengguncangkan Hiroshima. Sebagai gambaran, tabrakan dengan asteroid yang terjadi 65 juta tahun yang lalu berhasil menyapu bersih populasi dinosaurus saat itu.

Lalu, apa yang harus dilakukan? Matloff memiliki pilihan pilihan solusi. "Pilihannya adalah menghancurkan atau membelokkan haluannya," katanya. Matloff mengatakan, membelokkan haluan adalah pilihan yang bijak. Menghancurkan asteroid bisa menimbulkan masalah akibat hujan radioaktif.

Untuk membelokkan asteroid, yang bisa dilakukan adalah memanaskan permukaannya. Lewat pemanasan, aliran jet bisa tercipta sehingga mengubah haluan dan membelokkan arah gerak asteroid. Matloff mengungkapkan, sebuah alat bernama kolektor surya mampu melakukannya.

Kolektor surya terdiri dari selembar logam pemantul cahaya yang tebalnya hanya 1/10 tebal rambut manusia. Kolektor surya tersebut akan mengkonsentrasikan sinar matahari pada asteroid. Dengan bergerak selama setahun di dekat asteroid, kolektor surya bisa membakar dan membentuk aliran jet.

Agar sempurna melakukannya, perlu diketahui kedalaman penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan. "Jika penetrasi cahaya terlalu dalam, maka asteroid hanya akan panas. tapi jika penetrasi cahaya tepat, mungkin 1/10 mm, maka akan membentuk aliran jet yang akan membelokkan asteroid," jelasnya.

Dalam beberapa tahun ini, Matloff dan timnya telah melakukan eksperimen dengan laser merah dan hijau untuk mengetahui kedalaman penetrasinya. Mereka menggunakan padatan dan serbuk meteorit Allende yang jatuh di Cihuahua, Meksiko tahun 1969.

Sementara, peneliti optika fiber dan foton bersama mahasiswanya Thin Le menggunakan laser untuk mengukur fraksi cahaya yang menembus asteroid, dikenal dengan transmisi optikal. Ia mendapatkan hasil bahwa transmisi cahaya dipengaruhi oleh materi penyusunnya.

Dari hasil penelitiannya, Leng mengatakan bahwa laser bisa mengidentifikasi komposisi Near Earth Object (NEO) seperti asteroid. Informasi tersebut bisa membantu memfokuskan cahaya matahari sehingga bisa melakukan penetrasi dengan tepat.

Paparan tentang kemungkinan dan metode membelokkan asteroid itu diungkapkan Matloff Pertemuan Internasional Tahunan Masyarakat Meteorit ke 73. Acara tersebut diselenggarakan oleh American Museum of Natural History dan Park Central Hotel di New York.

Salah satu asteroid yang berpotensi menghantam bumi adalah Apophis. Asteroid berdiameter 1100 kaki dan memiliki berat 25 juta ton ini akan memasuki wilayah terdekat dengan bumi pada tahun 2029 dan 2036. Nantinya, asteroid itu akan berada pada jarak 22.600 mil.

Saat ini, perdebatan lembaga luar angkasa Amerika Serikat dan Rusia tengah berlangsung. Rusia menghendaki agar misi penelitian pada Apophis segera dilaksanakan. Namun, Amerika Serikat menghendaki agar eksperimen dilakukan pada asteroid yang tidak memiliki resiko bagi warga Bumi.

"Sebelum mengatakan bahwa kolektor surya akan bekerja seperti yang diharapkan pada NEO yang sebenarnya, sampel ekstra terestrial lain juga perlu dianalisa," pungkas Matloff dalam wawancaranya dengan Science Daily, pekan lalu.